Mengintip Keunikan Bangunan ala Lokomotif di Jantung Kota Bandung

Majalah Bandung – Kota Bandung selalu punya cerita menarik dari setiap sudutnya. Salah satu kawasan yang kaya sejarah adalah Dago, yang pada masa kolonial dikenal dengan nama Dagoweg. Di kawasan ini, sejak era Hindia Belanda, berdiri sejumlah bangunan berarsitektur megah yang kini menjadi saksi bisu perjalanan waktu kota kembang.
Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah tiga bangunan kembar yang berderet di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 111, 113, dan 115. Ketiganya mengusung gaya art deco, aliran arsitektur yang populer di Eropa pada dekade 1930-an dan turut mewarnai wajah Bandung sebagai Paris van Java.
Bangunan ini dikenal dengan nama “Drie Locomotief”, hasil rancangan arsitek Belanda ternama Albert Frederik Aalbers, sosok di balik beberapa karya ikonik di Bandung seperti Savoy Homann Hotel dan DENIS Bank Building. Pembangunan kompleks ini selesai pada tahun 1937, awalnya difungsikan sebagai villa pribadi bagi kalangan elit Eropa.
Baca Juga : Warga Segel Rumah Dapur MBG di Bandung karena Bau dan Beroperasi 24 Jam
Ciri khas arsitektur “Drie Locomotief” terlihat pada fasad depannya yang bergaya streamline modern, dengan lengkungan halus di bagian teras lantai dua dan atapnya yang menyerupai gerbong lokomotif—itulah sebabnya bangunan ini dijuluki “tiga lokomotif”. Bentuknya menggambarkan perpaduan antara fungsi dan estetika, khas desain Aalbers yang dikenal menonjolkan dinamika dan kecepatan modernitas pada zamannya.
Kini, meski telah berusia lebih dari delapan dekade, tiga bangunan tersebut masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu ikon arsitektur kolonial di kawasan Dago. Sejumlah bagian bangunan memang telah mengalami renovasi, namun bentuk aslinya masih terjaga, menjadikannya salah satu objek favorit para pencinta sejarah dan fotografi yang berkunjung ke Bandung.
“Kalau berjalan kaki di sekitar Dago, bangunan ini mudah dikenali karena bentuknya unik dan berbeda dari gedung-gedung modern di sekitarnya,” ujar seorang warga setempat, Dina (33), yang sering melintas di area itu.
Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) juga telah mencatat Drie Locomotief sebagai cagar budaya yang perlu dilestarikan. Langkah ini menjadi bagian dari upaya menjaga identitas Bandung sebagai kota dengan warisan arsitektur klasik yang kuat.
Selain nilai sejarahnya, kawasan Dago sendiri kini berkembang menjadi salah satu pusat gaya hidup urban di Bandung, dengan kafe, butik, dan tempat nongkrong modern yang berdiri berdampingan dengan bangunan bersejarah, menghadirkan harmoni antara masa lalu dan masa kini.
“Bangunan ini bukan sekadar peninggalan kolonial, tetapi cermin dari evolusi arsitektur dan budaya Kota Bandung,” ujar seorang pemerhati sejarah arsitektur, Iwan Ridwan, saat diwawancarai oleh detikJabar.





